BANTUAN
( PINJAMAN ) LUAR NEGERI : PERDEBATAN TENTANG PEMBANGUNAN
Diajukan
untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Ekonomi
Pembangunan II
Oleh
:
Agung
Dwi Satriawan ( 1001101010013 )
Sisca
Porina Sari ( 1001101010064 )
Clara
Mauliza Azuma ( 1001101010032 )
Rahmad
Deddy Setiadi ( 1001101010046 )
Fakhrizal
( 1001101010074 )
Andika
Mansyur ( 1001101010054 )
Khairul
Amni ( 1001101010017 )
Rizky
Maulidi
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM – BANDA ACEH
2012
DAFTAR
ISI
Bab I Pendahuluan..................................................................................................
1
1.1
Latar Belakang Masalah................................................................................
1
Bab II Permasalahan...............................................................................................
4
2.1
Arti Penting Bantuan ( Pinjaman ) Luar Negeri............................................
4
2.1.1 Pengertian Pinjaman Luar Negeri.....................................................
5
2.1.2
Jenis – Jenis Pinjaman Luar Negeri..................................................
6
2.2 Alasan Pihak Donor
Memberikan Pinjaman.................................................
7
2.3 Alasan Luar Negara
Berkembang Bersedia Menerima
Bantuan
Luar Negeri..................................................................................
9
2.4
Faktor – Faktor yang Menentukan Jumlah Bantuan Luar Negeri
Bagi
Pembangunan Ekonomi.......................................................................
10
2.5
Dampak – Dampak Bantuan Luar Negeri.....................................................
12
Bab III Analisis.........................................................................................................
14
3.1
Perkembangan Pinjaman Luar Negeri Indonesia..........................................
14
Bab IV Kesimpulan dan Rekomendasi..................................................................
18
4.1
Kesimpulan .................................................................................................. 18
4.2
Rekomendasi.................................................................................................
19
Bab V Daftar Pustaka
............................................................................................ 20
DAFTAR TABEL
Tabel
3.1 Perkembangan Pinjaman Luar Negeri dan
Surat Berharga Negara 2003 – 2010......................................................
15
Tabel
3.2 Perkembangan Pinjaman Luar Negeri Menurut Peminjamnya
2004 – 2009 (dalam juta US$).................................................................
16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Kondisi ekonomi dan politik Indonesia
mengalami kondisi yang tidak stabil pada periode 1950 – 1965, kondisi ini
disebabkan karena kebijaksanaan pemerintah lebih difokuskan kepada politik
dalam negeri dan masalah militer, maka dari itu sangat kecil perhatian dan
sumber daya yang dicurahkan untuk pembangunan ekonomi.
Kesulitan
anggaran membuat inflasi menjadi masalah utama, ditambah kesulitan dalam sistem
nilai tukar yang dapat mengurangi keuntungan sektor perdagangan, menyebabkan
penyusutan. Sementara pemberontakan terjadi di Sumatera dan Sulawesi pada tahun
1958 yang menyebabkan anggaran untuk militer membengkak, padahal penerimaan
ekspor dari dua pulau tersebut yang merupakan sumber daya penting menurun.
Monetisasi
anggaran defisit menaikkan rata – rata inflasi dari 17% menjadi 25% di tahun
1950 – 1957. Pada periode selanjutnya kenaikan inflasi semakin tinggi tiap
minggunya dan mencapai 65% tahun 1966. Pendapatan masyarakat rata – rata
perkapita hanya US $80 dan hutang luar
negeri yang harus dibayar berjumlah US $2,2 Miliar.
Untuk
mengatasi kesulitan tersebut maka pada tahun 1966 pemerintah Indonesia telah
mengambil kebijaksanaan untuk mengadakan konsolidasi, rehabilitasi, dan
stabilisasi serta memutuskan untuk mengadakan pendekatan ke luar negeri dengan
maksud :
1. Mengadakan
penjadwalan kembali hutang – hutang lama.
2. Mengusahakan
bantuan – bantuan keuangan yang baru dari luar negeri untuk mendukung neraca
pembayaran Indonesia.
3. Berusaha
menarik penanaman modal asing ke Indonesia.
Bagi
negara-negara yang belum/tidak mampu menghimpun tabungan domestik secukupnya
untuk mendorong pertumbuhan ekonominya biasanya mencari sumber pembiayaan dari
negara – negara lain. Bahkan negara maju seperti Amerika Serikat pun pernah
sangat tergantung pada bantuan dana dari luar negeri, terutama pada periode
1835-1860.
Setiap
negara tentunya membutuhkan negara lain untuk memenuhi segala kebutuhan
masyarakat negaranya. Kondisi saling membutuhkan ini disebabkan negara negara
tersebut tidak dapat memenuhi sendiri kebutuhan masyarakatnya. Dari keadaan
yang seperti inilah akhirnya terjadi perdagangan internasional. Saling
ketergantungan antar negara ini tentunya dapat memperkuat perekonomian dunia,
walaupun ada beberapa sisi negatif yang timbul dari perdagangan internasional.
Seperti kualitas barang luar negeri yang lebih baik dibandingkan barang dalam
negeri sehingga masyarakat lebih menyukai barang produksi luar negeri dibandingkan
punya produk negara tersebut.
Bagi
negara berkembang seperti Indonesia, memungkinkan terjadinya hubungan luar
negeri baik secara bilateral maupun multilateral. Perdagangan internasional
sangat berpengaruh terhadap perekonomian suatu bangsa, pemenuhan kebutuhan
masyarakatnya dan juga dapat menambah devisa negara. Dalam setiap perdagangan
internasional setiap negara mempunyai neraca pembayaran yang merupakan catatan
seluruh transaksi antar penduduk suatu negara dengan negara lainnya dan dari
sinilah kita dapat melihat posisi cadangan devisa suatu negara. Cadangan devisa
diperlukan bagi setiap negara untuk mendukung kegiatan ekonomi yang membutuhkan
mata uang asing, seperti pembiayaan impor dan pembayaran utang luar negeri dan
menyeimbangkan posisi neraca pembayaran suatu negara.
Sumber
devisa utama bagi negara – negara dunia ketiga adalah bantuan resmi pembangunan
yang bersifat bilateral maupun multilateral serta bantuan tidak resmi yang
disedakan oleh LSM. Kedua aktivitas bantuan tersebut secara umum lebih dikenal
dengan istilah baku bantuan (dana) luar negeri (foreign aid), meskipun biasanya hanya bantuan resmi saja yang
diestimasi dalam data statistik resmi.
Pada
prinsipnya, semua transfer sumber daya yang dilakukan oleh pemerintah dari
suatu negara ke negara lain dapat dikatakan sebagai bantuan luar negeri. Namun,
pada kenyataannya terdapat juga permasalahan. Salah satunya yaitu banyak
transfer sumber daya yang berlangsung dalam bentuk – bentuk yang terselubung.
Arus – arus modal swasta asing sering dinyatakan sebagai transaksi – transaksi
komersial biasa, yang semata-mata bertolak dari hitungan pertimbangan untung
rugi khas dunia bisnis, oleh karena itu modal seperti ini tidak bisa
dikategorikan sebagai bantuan bagi negara – negara berkembang yang menerimanya.
Negara
– negara berkembang pada umumnya memerlukan utang dari luar negeri untuk
menutupi kesenjangan antara tabungan domestik dengan kebutuhan investasinya,
serta kesenjangan antara ekspor dan impornya. Kemampuan dalam negeri tidak
mencukupi untuk membiayai pembangunan maka dari itu dibutuhkan utang dari luar
negeri.
Besarnya
utang luar negeri pemerintah setiap tahunnya disesuaikan dengan kebijakan
pembangunan yang direncanakan pemerintah, pengeluaran apa saja yang dibutuhkan
dan seberapa besar sumber penerimaan dalam negeri maupun membiayai pembangunan
tersebut untuk mencapai tujuan pemerintah. Kebijakan pemanfaatan utang luar
negeri selalu didasarkan pada arahan pokok, yaitu bahwa dana luar negeri masih
tetap dimanfaatkan untuk melengkapi sumber pembiayaan dalam negeri.
BAB II
PERMASALAHAN
2.1
Arti Penting Bantuan (Pinjaman) Luar Negeri.
Bantuan luar negeri merupakan salah
satu fenomena umum politik internasional yang terjadi sejak Perang Duni II.
Dalam cakupannya bantuan luar negeri diberikan berdasarkan atas dua tujuan,
yaitu untuk mencapai pertumbuhan jangka panjang dan pengurangan angka
kemiskinan di negara – negara berkembang dan untuk mencapai kepentingan politik
serta strategis negara donor. Ada kepentingan lain dari negara pendonor yaitu mendapatkan manfaat ekonomi dan politik
pada saat ekonomi negara penerima sedang berkembang karena akan memiliki
hubungan perdagangan maupun investasi yang menguntungkan dan pengaruh politik
atas negara penerima bantuan.
Bantuan
asing (luar negeri) yang dimaksud adalah meliputi bantuan yang bersumber
dari pemerintah maupun swasta. Hampir semua bantuan melalui pemerintah
mempunyai syarat – syarat yang longgar atau lunak yakni diberikan sebagai hibah
semata – mata (grants) atau sebagai
pinjaman dengan tingkat bunga rendah dan dengan jangka waktu pembayaran yang
lebih lama daripada yang ditawarkan kepada pasar modal swasta internasional
(Lincolin Arsyad : 166 ). Selain itu, pemerintah juga memberikan pinjaman –
pinjaman komersial, termasuk kredit ekspor, investasi modal (equity), dan pinjaman – pinjaman “keras”
dari Bank Dunia dan bank – bank pembangunan regional.
Aliran – aliran konsesional tersebut
secara teknis disebut bantuan pembangunan resmi atau Official Development Assistance (ODA), tetapi lebih dikenal sebagai
bantuan luar negeri. Bantuan ini dapat dibagi lagi atas bantuan bilateral, yang
diberikan langsung oleh sebuah negara kepada negara yang lainnya dan bantuan
multilateral, dimana dana – dana mengalir ke sebuah perwakilan internasional
seperti PBB, Bank Dunia, dan bank – bank pembangunan regional, yang selanjutnya
meminjamkan atau menyalurkan dana – dana tersebut ke Negara Sedang Berkembang
penerima. Akhirnya, bantuan luar negeri tersebut dapat terbentuk bantuan
teknis, pemberian tenaga – tenaga terampil/ahli; atau bantuan modal, pemberian
dana atau komoditi – komoditi untuk berbagai tujuan.
Negara – negara yang utang luar
negerinya besar pada umumnya menghadapi masalah yang tidak hanya berhenti
setelah mendapatkan utang tersebut tetapi yang paling adalah bagaimana negara
tersebut dapat membayar kembali utang tersebut. Masalah yang seperti ini banyak
terjadi di negara – negara terutama di negara berkembang atau Negara Dunia
Ketiga. Bahkan pembayaran kembali utang tersebut merupakan masalah yang sangat
pelik bagi beberapa negara. Pasalnya, pembayaran kembali utang harus tetap bisa
menjamin stabilitas yang juga harus mampu mempertahankan kegiatan ekonominya.
Bantuan luar negeri juga dapat
dianggap dapat mempermudah dan mempercepat proses pembangunan, karena bantuan
luar negeri dapat secara seketika meningkatkan persediaan tabungan domestik
sebagai hasil dari meningkatnya laju pertumbuhan yang ingin dicapai. Tapi dalam
kenyataannya, banyak bantuan luar negeri tersebut yang tidak diinvestasikan,
produktifitas dari investasi tersebut sering kali sangat rendah.
2.1.1 Pengertian Pinjaman Luar
Negeri
Pinjaman luar negeri adalah setiap
penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang di rupiahkan,
rupiah, maupun dalam bentuk barang dan jasa yang di peroleh dari pemberi
pinjaman luar negeri yang harus di bayar kembali dengan persyaratan tertentu
(Bank Indonesia, 2010).
2.1.2 Jenis – Jenis Pinjaman Luar
Negeri
Adapun
bentuk – bentuk bantuan luar negeri dapat dibedakan atas (Bank Indonesia,
2010):
a. Pinjaman
dengan syarat pengembalian. Pinjaman ini terdiri dari (i) Pinjaman lunak :
adalah pinjaman yang masuk dalam kategori Official
Development Assistance (ODA) Loan
atau Concessional Loan, yang berasal
dari suatu negara atau lembaga multilateral, dengan syarat yang sangat ringan;
(ii) Pinjaman/kredit ekspor : yaitu kredit yang diberikan oleh negara
pengekspor dengan jaminan tertentu untuk meningkatkan ekspor; dan (iii) kredit
komersial : yaitu kredit yang dipinjamkan oleh bank dengan tingkat bunga dan
lain – lain sesuai perkembangan pasar internasional.
b. Pinjaman/kredit
bilateral/multilateral. Pinjaman ini berbentuk (i) Pinjaman bilateral: pinjaman
luar negeri yang berasal dari pemerintah suatu negara melalui suatu lembaga
keuangan dan/atau lembaga non keuangan yang ditunjuk oleh pemerintah negara
yang bersangkutan untuk melaksanakan pemberian pinjaman; dan (ii) Pinjaman
multilateral : adalah pinjaman luar negeri yang berasal dari lembaga
multilateral.
c. Pinjaman/bantuan
menurut kategori barang atau jasa. Kategori pinjaman ini adalah : (i) bantuan
program ( program Loan ) adalah pinjaman luar negeri dalam valuta asing yang
dapat dirupiahkan dan digunakan untuk pembiayaan APBN; (ii) Bantuan proyek (
project Loan ) yaitu bantuan diperoleh untuk pembiayaan dan pengadaan barang
dan jasa pada proyek – proyek pembangunan; dan (iii) Bantuan teknik: yaitu
berupa pengiriman tenaga ahli dari luar negeri atau tenaga kerja Indonesia yang
dilatih di luar negeri.
2.2 Alasan Pihak Donor Memberikan
Bantuan
Alasan utama pihak pemerintah negara
pendonor memberikan bantuan luar negeri adalah karena hal tersebut digunakan
sebagai alat untuk mengejar kepentingan-kepentingan politik, strategis, dan
ekonomi mereka sendiri. Walaupun pada sebagiannya didorong karena ada alasan –
alasan moral dan kemanusiaan, yakni untuk membantu negara – negara yamg memang
membutuhkan. Pada awalnya negara – negara pendonor bersedia membantu pihak atau
negara lain tanpa mengharapkan suatu imbalan tertentu, baik berupa imbalan
politik, ekonomi, militer, dan sebagainya. Maka daripada itu, motif bantuan luar negeri dari negara – negara
donor tersebut dibagi menjadi dua kategori yang saling berhubungan, yaitu, bantuan
luar negeri yang bersifat dan bermotifkan politik, serta yang bertujuan dan
bermotifkan ekonomi.
Motivasi
– motivasi Politik merupakan motivasi yang paling penting apabila ditinjau
dari sudut pandang negara – negara pemberi bantuan, terutama bagi negara donor
yang tergolong besar, seperti Amerika Serikat. Kebanyakan program bantuan bagi
negara – negara berkembang lebih diarahkan untuk memperkuat dan mempertahankan
rezim – rezim pemerintahan pro-Barat (tidak peduli apakah mereka menjalankan
pemerintahan secara demokratis atau tidak, serta tidak peduli seberapa korupnya
rezim itu, selama pro-Barat dan antikomunis) daripada mendorong pembangunan
ekonomi dan sosial jangka panjang yang sesungguhnya. Beralihnya perhatian dan
arah tujuan bantuan luar negeri Washington, dari Asia Selatan ke Asia Tenggara,
ke Amerika Latin, ke Timur Tengah lalu kembali lagi ke Asia Tenggara selama
dekade 1950-an dan 1960-an, dan ke Afrika dan Teluk Persia dalam tahun terakhir
1970-an.
Sejak
tahun 2001, bantuan bergeser menuju ke negara – negara yang sedang mengalami
pemberontakan dari kalangan Islamis, atau negara – negara yang diyakini sebagai
ladang teroris. Peningkatan jumlah bantuan luar negeri ekonomi dalam bidang
kesehatan juga meningkat di Afrika terkait kekhawatiran tentang penyakit –
penyakit yang akan menyebar ke negara – negara lainnya. Negara – negara donor
Barat pada umumnya menggunakan bantuan luar negeri sebagai alat politik untuk
mmepertahankan atau menyokong rezim politik yang dianggap “bersahabat” di
negara – negara Dunia Ketiga, yang eksistensinya dipandang sesuai dengan
kepentingan “keamanan nasional” mereka.
Motivasi – motivasi
Ekonomi dalam konteks prioritas strategi dan politik yang
luas, program bantuan luar negeri negara – negara maju mempunyai landasan atau
logika ekonomis yang kuat. Walaupun motivasi politik mungkin merupakan
pertimbangan utama bagi negara – negara donor lainnya, tetapi logika dan
perhitungan – perhitungan ekonomis tetap disertakan, setidaknya sebagai kata
pengantar untuk menutupi motivasi mereka yang sebenarnya dalam memberikan
bantuan luar negeri.
Sumber keuangan dari luar ( baik
berupa hibah atau pinjaman ) dapat memainkan peranan yang penting dalam usaha
melengkapi kekurangan sumber daya domestik guna mempercepat pertumbuhan devisa
dan tabungan ( analisis bantuan luar negeri “dua kesenjangan” ). Berasumsi
bahwa negara – negara berkembang pada umunya menghadapi kendala berupa
keterbatasan tabungan domestik yang jauh dari mencukupi untuk menggarap segenap
peluang investasi yang ada, serta kelangkaan devisa yang tidak memungkinkannya
mengimpor barang – barang modal dan
barang perantara yang penting bagi pembangunannya ( Todaro, 2006 : 288).
Kekurangan tabungan tidaklah dapat
digantikan oleh cadangan devisa dan sebaliknya, kekurangan devisa tidak pula
dapat dipenuhi di dalam negeri. Apabila kesenjangan tabungan yang lebih dominan,
maka negara tersebut mencapai kondisi full employment atau pendayagunaan
segenap faktor produksi atau sumber daya secara penuh, dan juga tidak
menggunakan semua dari pendapatan devisanya.
Contoh
yang paling tepat mengenai negara – negara yang mengalami “kesenjangan
tabungan” adalah negara – negara Arab pengekspor minyak selama dekade 1970-an
dan analisis kesenjangan tabungan ini mengandung kelemahan, yakni melupakan
kemungkinan bahwa kelebihan devisa tersebut sebenarnya dapat digunakan untuk
membeli sumber – sumber produktif. Oleh karena itu, bantuan luar negeri dapat
memainkan peranan yang sangat penting dalam usaha negara yang bersangkutan
dimana salah satu faktornya adalah mengurangi kendala utamanya yang berupa
kekurangan devisa, serta untuk mempertinggi tingkat pertumbuhan ekonominya.
2.3 Alasan Negara Berkembang
Bersedia Menerima Bantuan Luar Negeri
Setidaknya
ada tiga alasan bagi Negara Berkembang
menerima bantuan luar negeri yaitu :
a. Alasan
yang utama dan yang penting lebih merupakan alasan secara praktis dan
konseptual bersifat ekonomis. Karena Negara yang sedang Berkembang cenderung
mempercayai pendapat ahli ekonomi negara – negara maju. Yaitu bahwa bantuan
luar negeri merupakan obat pendorong dan stimulan bagi proses pembangunan,
turut membantu mengalihkan struktur ekonomi serta membantu Negara yang sedang
Berkembang mencapai take off menuju pertumbuhan ekonomi yang mandiri.
b. Alasan
kedua adalah menyangkut masalah politik. Dibeberapa negara, baik negara
penerima maupun negara donor, bantuan dipandang sebagai alat yang dapat
memberikan kekuatan politik yang lebih besar kepada pemimpin yang sedang
berkuasa untuk menekan oposisi dan mempertahankan kekuasaannya. Dalam hal ini,
bantuan tidak saja berbentuk transfer sumber keuangan akan tetapi juga dalam
bentuk bantuan militer dan pertahanan dalam negeri.
c. Alasan
ketiga adalah motivasi yang dilandasi oleh moral, yaitu apakah berlatarbelakang
pada rasa tanggungjawab kemanusiaan Negara Kaya terhadap kesejahteraan Negara sedang Berkembang dan Negara Miskin,
atau karena kepercayaan, bahwa Negara – negara Kaya merasa berhutang budi
karena eksploitasi dimasa penjajahan dulu. Sehingga bantuan luar negeri
merupakan kewajiban sosial bagi Negara – negara Kaya untuk pembangunan Negara
yang sedang berkembang dan Negara Miskin (Todaro, 2006 : 292 – 294).
Bantuan
luar negeri cenderung dianggap atau bahkan diyakini akan dapat melengkapi
kelangkaan sumber daya alam negeri di suatu Negara Berkembang, membantu
terlaksannya transformasi ekonomi secara struktural, serta mendukung Negara –
negara Dunia Ketiga dalam mencapai tahapan pembangunan tinggal-landas menuju ke
tingkat pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Wajar apabila negara –
negara Dunia Ketiga ingin memperoleh bantuan yang lebih banyak dalam bentuk
pemberian yang cuma – cuma atau pinjaman
– pinjaman jangka panjang dengan bunga yang rendah.
2.4 Faktor- Faktor Yang Menentukan
Jumlah Bantuan Luar Negeri Bagi Pembangunan Ekonomi
Pertama, adalah tersedianya dana.
Negara-negara maju seharusnya menyediakan cukup modal surplus untuk di ekspor.
Tetapi mereka tidak menyediakan modal surplus dalam jumlah yang cukup besar.
Beberapa negara maju seperti Kanada dan Australia sendiri meminjam dari Amerika
Serikat dan Inggris untuk membiayai proyek pembangunan mereka. Tetapi, usaha
yang sungguh-sungguh oleh negara kaya untuk menggalang modal surplus sebenarnya
dapat memenuhi keperluan negara terbelakang.
Kedua, adalah daya serap negara
penerima. Daya serap mencakup semua hal dimana kemampuan untuk merencanakan dan
melaksanakan proyek pembangunan, untuk mengubah struktur perekonomian, dan
untuk mengalokasikan kembali sumber, di batasi oleh kurangnya faktor-faktor
penting, problem kelembagaan atau organisasi yang tidak sesuai. Faktor yang
menyebabkan rendahnya daya serap terhadap investasi produktif adalah kurangnya
kewirausahaan yang efisien, kemacetan administratif dan kelembagaan, kurangnya
tenaga terlatih, kurangnya mobilitas geografis dan pekerjaan, dan kecilnya
pasar domestik. Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan daya serap, negara
terbelakang harus melaksanakan proyek pra-investasi secar tepat dan memadai.
Dalam hal ini, negara terbelakang dapat memanfaatkan bantuan yang disediakan
oleh lembaga- lembaga internasional seperti Special Fund PBB.
Ketiga, adalah tersedianya
sumber-sumber. Jika suatu negara terbelakang mempunyai sumber manusia dan
sumber alam yang kurang memadai, kekurangan ini akan menjadi penghambat bagi
pemanfaatan secara efektif modal asing. Akibatnya menjadi semakin sulit negara
seperti itu untuk memanfaatkan bantuan asing yang tersedia.
Keempat, adalah kemampuan negara
penerima untuk membayar kembali. Ini merupakan masalah yang paling lansung
karena beban pembayaran pinjaman menjadi penghambat bagi negara terbelakang
untuk mengambil pinjaman dalam jumlah besar. Kemampuan untuk membayar kembali
tergantung pada kemampuan mereka untuk mengekspor dan menggali sumber-sumber
devisa. Salah satu faktor penentu kemampuan untuk membayar kembali adalah
peranan pinjaman pada produktifitas perekonomian secara keseluruhan, dan
kemampuan sistem tersebut untuk menjaring bagian yang perlu dari produktifitas
tersebut dalam bentuk pajak atau penetapan harga, dan mengalokasikan kembali
sumber-sumber sehingga mengalihkan beban pembayaran utang ke luar negeri.
Syarat agar mampu membayar ialah bahwa sistem fiskal mampu menghimpun dana yang
diperlukan, dan terjadi transformasi yang mengalihkan sumber ke jalur-jalur
yang meningkatkan ekspor atau menurunkan impor.
Kelima, adalah kemauan dan usaha si
negara penerima untuk membangun. Modal yang diterima dari luar negeri tidak
dengan sendirinya memberikan hasil. Kecuali jika diinginkan dan dibarengi
dengan usaha di pihak negara penerima.
2.5 Dampak-Dampak Bantuan Luar
Negeri
Masalah
mengenai dampak-dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh bantuan luar negeri,
terutama bantuan resmi, seperti halnya dampak investasi asing swasta, masih
ramai di perdebatkan. Di satu pihak, yaitu para ekonom tradisional,
mengemukakan bahwa bantuan luar negeri telah membuktikan manfaatnya dengan
mendorong pertumbuhan dan transformasi struktural di banyak negara berkembang.
Namun, pihak lain berpendapat bahwa dalam kenyataannya bantuan luar negeri
tersebut sama sekali tidak mendorong pertumbuhan hingga menjadi lebih cepat,
tetapi justru memperlambat pertumbuhan
sehubungan dengan adanya substitusi terhadap investasi dan tabungan dalam
negeri dan membesarnya devisit neraca pembayaran negara-negara berkembang, yang
semuanya itu merupakan akibat dari meningkatnya kewajiban negara-negara
berkembang untuk membayar utang, serta sering dikaitkannya bantuan tersebut
dengan keharusan menampung produk ekspor negara-negara donor.
Bantuan resmi juga dikritik karena
dalam prakteknya terlalu menitikberatkan pada pertumbuhan sektor modern, yang
pada akhirnya memperlebar kesenjangan standar hidup antara si kaya dan si
miskin di negara-negara berkembang. Belakangan ini muncul kecaman baru yang
menuding bahwa tujuan atau fungsi bantuan luar negeri praktis telah gagal,
karena bantuan ini hanya mendorong tumbuhnya kaum birokrat yang korup,
mematikan inisiatif masyarakat, serta menciptakan mentalitas pengemis bagi
negara-negara penerimanya.
Terlepas dari kritik-kritik
tersebut, selama dua dasawarsa yang lampau nampak bahwa masyarakat di
negara-negara donor itu sendiri mulai bersikap antipati terhadap bantuan luar
negeri, sehubungan dengan munculnya masalah-masalah domestik yang serba pelik
dirumah mereka sendiri, seperti pengangguran, devisit anggaran pemerintah, dan
masalah ketidakseimbangan neraca pembayaran yang kemudian mulai mendapatkan
perhatian dan prioritas pemerintahan negara-negara maju, diatas kepentingan
politik internasional mereka.
BAB III
ANALISIS
3.1
Perkembangan Pinjaman Luar Negeri Indonesia
Sejak masa orde baru hingga kini
pemerintah indonesia telah memanfaatkan dana pinjaman luar negeri untuk
membiayai proyek-proyek pembangunan produktif
yang belum mampu dibiayai sepenuhnya dari tabungan pemerintah. Peran
pinjaman luar negeri menjadi penting sebagai salah satu sumber pembiayaan untuk
menutup devisit anggaran, terutama sebagai sumber dana pembangunan. Namun sejak
era reformasi yang di awali dengan krisis moneter 1997, pemerintah mulai
menyadari bahwa ketergantungan pada pinjaman luar negeri menyebabkan indonesia
terjebak dalam krisis yang berkepanjangan. Disamping sulitnya mencari sumber
pinjaman, prosedur yang panjang dan persyaratan yang sering dikaitkan dengan
masalah politik, menyebabkan indonesia tidak bisa leluasa bergerak melaksanakan
politik luar negerinya secara bebas dan aktif.
Pemerintah mengambil kebijakan
menutup devisit anggaran meliputi privatisasi BUMN dan penerbitan obligasi yang
sering disebut “ Surat Berharga Negara”, sedangkan pinjaman luar negeri hanya
sebagai pelengkap. Penerbitan SBN yang dilakukan pemerintah ini memiliki
potensi yang sangat besar karena dapat dipakai untuk mengurangi ketergantungan
pada pembiayaan luar negeri. Dengan demikian pinjaman luar negeri merupakan
alternatif kebijakan pemerintah, walaupun dalam pelaksanaanya berubah menjadi
langkah kebijakan yang berlangsung terus menerus setiap tahun.
Tabel 3.1 Perkembangan Pinjaman
Luar Negeri dan Surat Berharga Negara 2003 – 2010
Tahun/kuartal
|
Pinjaman Luar Negeri (juta US$)
|
Pertumbuhan (%)
|
Surat Berharga Negara (Milyar Rp)
|
Pertumbuhan (%)
|
2003
Q1
Q2
Q3
Q4
|
129.466
130.585
131.952
135.401
|
-
0,86
1,05
2,61
|
546.995
548.315
547.791
593.911
|
-
0,24
-0,1
8,42
|
2004
Q1
Q2
Q3
Q4
|
136.679
133.378
132.798
137.024
|
0,94
-2,4
-0,4
3,18
|
398.863
394.120
400.497
402.099
|
-33
-1,2
1,62
0,4
|
2005
Q1
Q2
Q3
Q4
|
134.362
128.355
128.759
130.652
|
-1,9
-4,5
0,31
1,47
|
410.124
404.985
406.398
399.839
|
2
-1,3
0,35
-1,6
|
2006
Q1
Q2
Q3
Q4
|
134.627
129.934
127.529
128.736
|
3,04
-3,5
-1,9
0,95
|
399.618
407.293
424.727
418.751
|
-0,1
1,92
4,28
-1,4
|
2007
Q1
Q2
Q3
Q4
|
131.283
133.482
136.947
136.640
|
1,98
1,68
2,6
-0,2
|
438.824
454.818
472.411
477.747
|
4,79
3,64
3,87
1,13
|
2008
Q1
Q2
Q3
Q4
|
145.519
146.226
147.339
149.141
|
6,5
0,49
0,76
1,22
|
496.404
520.228
537.001
520.995
|
3,91
4,8
3,22
-3
|
2009
Q1
Q2
Q3
Q4
|
150.965
153.741
167.989
172.871
|
1,22
1,84
9,27
2,91
|
547.158
555.913
570.053
584.434
|
5,02
1,6
2,54
2,52
|
Sumber : Bank Indonesia 2010
Tabel
3.2 Perkembangan Pinjaman Luar Negeri Menurut Peminjamnya 2004 – 2009 (dalam
juta US$)
Keterangan
|
Tahun
|
|||||
2004
|
2005
|
2006
|
2007
|
2008
|
2009
|
|
Menurut
Institusi :
|
|
|
|
|
|
|
Pemerintah Pusat
Otoritas Moneter
|
70.153
12.572
|
69.245
10.827
|
73.051
2.758
|
76.920
3.688
|
85.122
1.454
|
90.853
8.412
|
Swasta
:
|
|
|||||
Lembaga Keuangan:
|
||||||
Bank
Bukan Bank
|
3.909
4.306
|
4.057
2.329
|
4.573
2.017
|
5.401
2.114
|
5.668
3.167
|
9.530
3.066
|
Bukan Lembaga Keuangan
|
46.084
|
44.194
|
46.337
|
48.517
|
53.729
|
61.009
|
Jumlah
|
137.024
|
130.652
|
128.736
|
136.640
|
149.141
|
172.871
|
Sumber : Bank Indonesia 2010
Tabel
3.1 dan Tabel 3.2 menggambarkan perkembangan pinjaman luar negeri Indonesia.
Pada kuartal pertama Tahun 2003 sampai dengan kuartal ketiga Tahun 2010
menunjukkan peningkatan yang sangat besar,
yaitu dari US$ 129.466 Juta menjadi US$ 194.349 Juta atau terjadi
peningkatan sebesar 50 persen. Sedangkan Surat Berharga Negara semula Rp
546.995 Milyar menjadi Rp 655.860 Milyar atau meningkat 19,9 persen. Dengan
peningkatan jumlah utang tersebut, tidak bisa dihindari adanya lonjakan dalam
pembayaran cicilan pokok utang dan bunga pada setiap tahunnya, yang menjadi
beban APBN. Jika pembayaran pokok dan terus menggerus penerimaan negara, maka
negeri ini menanggung opportunity cost
yang besar yang sesungguhnya dapat digunakan untuk pembangunan.
Tidak
bisa dipungkiri, posisi miring utang pemerintah mengalami peningkatan dalam 10
tahun terakhir. Meski secara persentase utang pemerintah mengalami penurunan,
namun faktanya nilai total utang pemerintah mulai 2003 terus mengalami kenaikan
hingga akhir 2009 mencapai sekitar Rp 1.590,66 triliun. Dengan nilai PDB Rp
5.613,44 triliun, maka rasio utang terhadap PDB pada 2009 lebih rendah dari
pada rasio – rasio selama periode 2001 – 2007. Namun, rasio pada 2009 ini
nyatanya ekuivalen dengan nominal utang yang jauh lebih besar dari pada periode
sebelumnya.
Rasio
utang Indonesia yang digunakan pemerintah mengalami penurunan sesungguhnya
adalah sebuah anomali yang kontraproduktif. Adanya bunga menyebabkan nominal
utang justru bertambah. Ditambah lagi keberadaan resiko kurs yang kian
menyebabkan nilai utang Indonesia terus meningkat. Ini semua secara keseluruhan
berdampak pada pengurangan kemampuan pemerintah untuk melakukan stimulus fiskal
bagi pertumbuhan ekonomi lantaran kapasitas pemerintah untuk membiayai proyek
dan program pembangunan menjadi berkurang. Inilah opportunity cost yang harusnya ditanggung rakyat Indonesia. Beban
utang berbunga telah menghabiskan potensi sumber dana yang semestinya bisa
digunakan untuk kepentingan lain yang lebih mendesak dan bermanfaat. Setiap
rupiah Indonesia yang dialokasikan untuk membayar cicilan pokok dan bunga utang
seharusnya dapat disalurkan untuk program pembangunan padat karya, kesehatan,
pendidikan, investasi, dan juga infrastruktur. Dengan mengoptimalkan sumber –
sumber dana dalam negeri non-utang, diharapkan Indonesia dapat segera keluar
dari jebakan utang, yang tampaknya sudah semakin membebani perekonomian
Indonesia.
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
4.1
Kesimpulan
Indikator bahwa negara tersebut
mengalami kemajuan atau perubahan struktur ekonomi, tidak hanya dilihat dari
tingginya pendapatan perkapita yang didapat Negara tersebut dan juga laju
pertumbuhan yang tinggi. Namun banyaknya hutang luar negeri suatu negara, bisa
saja apa yang negara peroleh,
semata-mata hanya untuk membayar hutang Luar negeri.
Pada banyak negara dunia ketiga,
yang umumnya memiliki tingkat kesejahteraan rakyat yang relatif masih rendah,
mempertinggi tingkat pertumbuhan ekonomi memang sangat mutlak diperlukan untuk
mengejar ketertinggalan di bidang ekonomi dari negara-negara industri maju.
Oleh karena itu, masih relatif lemahnya
kemampuan partisipasi swasta domestik dalam pembangunan ekonomi, mengharuskan
pemerintah untuk mengambil peran sebagai motor penggerak pembangunan ekonomi
nasional. Seolah-olah segala upaya dan strategi pembangunan difokuskan oleh
pemerintah untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan laju pertumbuhan
ekonomi yang relatif tinggi dari tahun ke tahun. Akibatnya, pemerintah
negara-negara tersebut harus mendatangkan sumberdaya ekonomi dari negara-negara
lain untuk dapat memberikan dukungan yang cukup bagi pelaksanaan program
pembangunan ekonomi nasionalnya.
Bantuan luar negeri yang datang
dapat menyebabkan makin “membludaknya” jumlah hutang luar negeri Indonesia
dapat diselesaikan dengan beberapa solusi :
1)
Meningkatkan daya beli masyarakat, yakni melalui
pemberdayaan ekonomi pedesaan dan pemberian modal usaha kecil seluasnya.
2) Meningkatkan
pajak secara progresif terhadap barang mewah dan impor.
3) Konsep
pembangunan yang berkesinambungan, berlanjut dan mengarah pada satu titik
maksimalisasi kekuatan ekonomi nasional dan melepaskan secara bertahap
ketergantungan utang luar negeri.
4) Mengembangkan
sumber daya manusia berkualitas dan menempatkan kesejahteraan yang berkeadilan
dan merata.
4.2
Rekomendasi
Berdasarkan analisis yang telah
disimpulkan, maka rekomendasi yang dapat penulis berikan sebagai berikut :
1. Kepada
Pemerintah
Besar jumlah Pinjaman
Luar Negeri dan Surat Berharga Negara harus dikurangi untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi yang optimal.
2. Kepada
Pembaca
Berdasarkan analisis, Pinjaman Luar
Negeri dan Surat Berharga Negara mampu meningkatkan PDB Indonesia, namun disisi
lain peningkatan Pinjaman Luar Negeri dan Surat Berharga Negara juga akan
meningkatkan pengeluaran pemerintah berupa beban bunga, sehingga perlu kajian
selanjutnya terkait beban bunga tersebut.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincolin. 2004.
Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta :
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi.
Jhingan, M.L. 2004. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan.
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Munawir. 2011. Pengaruh Tinjauan Luar Negeri dan Surat
Berharga Negara Terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia (Skripsi). Banda
Aceh. Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala.
Todaro, Michael P dan
Stephen C. Smith. 2006. Pembangunan
Ekonomi, Edisi Kesembilan, Terjemahan Andri Yelvi. Jakarta : Erlangga.
www.google.co.idurlsa=t&rct=j&q=latar%20belakang%20masalah%20bantuan%20pinjaman%20luar%20negeri&source=web&cd=7&ved=0CE4QFjAG&url=http%3A%2F%2Fwww.library.upnvj.ac.
http://www.laohamutuk.org/econ/debt/09DebeGute.htm